Wednesday, November 15, 2006, posted by Van Elki at 20:26
SEJAK pagi, kantor PBHI sudah disesaki oleh ragam aktivitas. Semua “civitas academica” PBHI larut dalam kesibukan. Ada yang angkat meja. Angkat kursi. Pasang balon. Pasang hiasan. Siapkan makanan. Mendirikan tenda. Dan banyak kerjaan lainnya. Aktivitas yang dilakukan lebih dari 15 orang itu berjalan seirama di bawah komando sang dirigen, Diah Hastuti, sang sekretaris. Biasa dipanggil Mbak Diah.

Hari itu, Minggu, 5 November 2006 lalu, kesibukan luar biasa di kantor PBHI, ternyata sedang menyiapkan sebuah perhelatan sederhana. Yaitu, perayaan ulang tahun ke 10 PBHI. Mbak Diah, ditunjuk sebagai penanggungjawab pelaksananya. Rencananya, sekitar jam 15.00, perayaan akan dimulai.

Photobucket - Video and Image Hosting
Karangan Bunga Ucapan Ulang Tahun ke 10 untuk PBHI dari Salah Seorang Anggota.

Acara ulang tahun kali ini sengaja dibuat sederhana. Jauh-jauh hari, Johnson Panjaitan, Ketua Badan Pengurus PBHI, biasa dipanggil bang Johnson, minta acara ulang tahun ini hanya bersifat internal saja. Cukup mengundang anggota-anggota saja. Tidak perlu besar-besaran seperti tahun lalu di Goethe Institut. Suasana di tahun ini menyebabkan kita harus tampil sederhana.

Menurut Mbak Diah, untuk acara ini ia telah melayangkan 150 undangan. 100 untuk anggota. 50 untuk undangan umum. Lho kok ada undangan umum? Katanya internal. Ya, tampaknya memang tak bisa dihindari. Ada orang luar yang akhirnya tetap diundang. Mereka diundang, karena selama ini mereka telah memberikan perhatian dan menjadi mitra yang baik kepada PBHI. Tak enak hati rasanya, jika tak mengundang.


JAM di Hand Phone saya sudah menunjukkan pukul 15.00. Namun kursi-kursi tamu dengan kapasitas 150 orang itu, nampak masih kosong. Hanya 5 bangku saja yang baru terisi. Saya pun gusar. Seorang kawan coba menenangkan, “biasa, waktu Indonesia, jam karet coy…” Tapi tak hanya itu, belum munculnya beberapa orang staf senior di PBHI juga turut membuat saya gelisah.

Akhirnya baru pukul 16.15 acara di mulai. Freddy, dan Susan, maju ke depan panggung. Keduanya mengambil peran sebagai Presenter.

Photobucket - Video and Image Hosting
Freddy dan Susan saat menjadi presenter

Freddy, advokat muda bermarga Simanungkalit ini, tak hanya bakat dalam urusan gertak-menggertak dengan dalil hukum, tapi juga bakat jadi presenter. Setiap acara PBHI, ia selalu menjadi presenter langganan. Bayarannya cukup “tinggi”. “Saya dibayar 2 M oleh PBHI. 2 M, Makasih ya Mas…!” kata Freddy mengguyon.

Freddy dan Susan mencoba menghidupkan suasana. Acara doorprize mereka gelar untuk menambah meriah acara. Para tamu pun mulai bertambah berdatangan. Para tamu disambut dengan dua meja untuk tanda tangan. Satu meja untuk undangan di non anggota. Satu meja lagi untuk undangan para anggota.

Untuk anggota, disiapkan sebuah kain kanvas selebar 2x1.5 meter. Kanvas ditempel di atas sebuah whiteboard. Di atas kanvas itu, para tamu anggota, menuliskan sebuah kalimat-kalimat refleksinya atas 10 tahun PBHI.

Dalam coretannya di atas kanvas, bang Johnson menuliskan, “bersama kita melawan impunity”. Pak Hendardi menulis, “Semoga PBHI tetap menjadi organisasi yang membela orang-orang yang dilemahkan oleh penguasa.”

Beberapa saat sebelum menulis, Pak Hendardi nampak menggaruk-garuk kepala, berdiri di depan kanvas. Freddy yang melihatnya dari jauh, kemudian menyapa. “Udah pak Hen, gak usah bingung-bingung, tulis aja...!” Suasana pun menjadi pecah dengan tawa ringan.

Photobucket - Video and Image Hosting

Anggota-anggota lain juga menuliskan refleksinya. Bahkan Baim, kawan satu angkatan saya di PBHI, tak mau kalah. Meski belum anggota, ia tetap memaksa menggoreskan sepatah katanya dengan spidol di atas kanvas. Sebuah tanda, betapa dia amat mencintai PBHI.

Acara kian meriah lagi ketika anak-anak Sanggar Akar mulai menunjukkan keterampilan memainkan alat musik sekaligus olah vokal. Alunan musiknya sangat harmonis. Paduan dari berbagai alat. Ada gitar, bass, kendang, suling, biola, dan alat musik flut. Rata-rata usia mereka masih seumuran anak-anak SMU. Tapi skill memainkan alat musiknya, cukup oke. Tamu undangan pun mampu dihipnotis oleh permainan musik mereka.

Photobucket - Video and Image Hosting
Grup Musik Sanggar Akar Menunjukkan Aksinya

Di antara tamu undangan yang terhipnotis, ada Luhut M.P.Pangaribuan., seorang advokat senior kondang, yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Anggota PBHI. Lalu ada ibu Zoemrotin K Soesilo, pendiri PBHI. Juga ada Hendardi, yang kini masih menjabat sebagai Ketua Majelis Anggota PBHI.

Dalam pidatonya, bang Johnson mengungkapkan alasan mengapa ulang tahun ke 10 ini sengaja tak dibuat semeriah ulang tahun ke 9.

“Biasanya ulang tahun ke 10 merupakan usia yang penting bagi kita. Tapi mungkin, banyak teman-teman yang berpikir, kok ulang tahun ke 10 ini, dari segi momentum politik, tidak sehebat seperti ulang tahun ke-9. Memang ulang tahun PBHI ke 10 saat ini, diselenggarakan bersamaan dengan hari besar Idul Fitri... Sehingga masih dalam suasana hala bihalal. Saya kira, bagi orang-orang yang tinggal di Jakarta, pertemuan seperti ini adalah sesuatu yang mahal....”

“....Saya harap di ulang tahun ke 10, PBHI lebih berani masuk pada complicated persoalan-persoalan masyarakat, dan semakin dibutuhkan oleh masyarakat. Saya atas badan pengurus, mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri, mohon maaf lahir bathin...”
demikian bang Johnson menyampaikan pidato sambutannya yang singkat.

Sementara itu, saat acara mulai berjalan, saya lebih banyak mengambil peran menjadi photografer. Mungkin karena sering motret dan jadi photografer dadakan, yang menjadi alasan Mbak Diah menunjuk saya bertanggungjawab atas dokumentasi dalam acara ulang tahun PBHI ini.

Saat asyik mengambil gambar bang Johnson yang sedang pidato, Mbak Diah datang menghampiri saya. “Fan, setelah bang Johnson pidato, siap-siap lo baca do’a. Setelah baca do’a, baru nanti bang Johnson potong nasi tumpeng,” kata Mbak Diah mengingatkan saya.

“Hah... sekarang Mbak...? Cepat amat... Bukannya di akhir acara...?” tanya saya kaget. “Nggak... Sekarang...” tukasnya. Saya pun bergegas menyiapkan diri.


PADA briefing sebelumnya, tak ada keputusan untuk menugaskan saya membaca do’a. Tugas membaca do’a diserahkan pada orang lain yang akan dicari Bogel. Tapi pagi hari itu, Bogel, rekan saya di PBHI ini, memberikan saya secarik kertas. Isinya terdapat tulisan Arab. Sebuah kalimat pembuka do’a dalam ajaran Islam. Sebagian lagi isinya bahasa Indonesia. Bogel meminta Mbak Diah menunjuk saya untuk membaca do’a. Mbak Diah pun mengangguk. “Fan, ini konsep do’anya yang dah gue buat. Sebagian lagi elu tambahin aja...!” pinta Bogel.

“Huh... Udah kaya gini, baru kasih gue...” gumam saya.

Tapi gak papa. Saya suka tantangan. Meski kali ini tantangannya hanya baca do’a di acara ulang tahun PBHI. Baca do’a? Rasanya gak pantas. Saya bukan rohaniawan. Sholat saja kadang masih bolong-bolong. Kok bisa-bisanya mimpin doa. Gak punya legitimasi.

Tapi karena ini momentum pas. Terpaksa saya terima. Sehingga waktu yang sempit cuma dua jam itu, saya kejar untuk membuat dan menyempurnakan teks doa yang sudah dibuat Bogel. Saya lalu duduk di depan komputer, mengetik teks dengan konsentrasi penuh. Diselingi beberapa kali memejamkan mata untuk mencari inspirasi. Dan hasilnya, lembar teks doa bertambah banyak. Satu halaman menjadi dua halaman.


USAI bang Johnson pidato, Freddy langsung memanggil nama saya untuk membawakan doa sebelum acara potong nasi tumpeng. Dengan peci bulat warna hitam di kepala, serta T-Shirt tulang tahun PBHI, dan celana Jeans warna biru gelap, saya maju ke depan. Dan teks doa pun saya baca dengan intonasi bicara yang dinamis. Kadang tinggi. Kadang rendah. Bahkan mimik atau ekspresi wajah juga saya mainkan. Inilah teks doa yang saya baca.

[Prolog dengan bahasa Arab]

Ya Allah... Ya Tuhan Kami...
Engkau sumber keselamatan.
Engkau lah yang mendatangkan kebahagiaan.
Engkau pula yang merenggut segala kenikmatan.
Engkaulah pemberkah yang agung nan mulia.

Ya Allah... ya Tuhan kami.
Dzat yang memiliki kehidupan ini... ridhoilah langkah kami...
Agar pandangan kami menjadi nikmat. Ucapan kami menjadi rahmat. Karya kami menjadi manfaat.

Ya Allah... Ya Tuhan kami...
Hari ini, di sore yang indah, Minggu, tanggal 5 November 2006, kami berkumpul dengan segala kesederhanaan untuk memperingati ulang tahun Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI). Sebuah organisasi yang kami dirikan, dan kami jalani, untuk suatu tujuan agar ajaran Mu, tentang Keadilan dan Kebenaran, dapat tegak dan membumi di negeri ini. Negeri, tempat di mana kemunafikan, kemunkaran kezhaliman masih merajarela.

Ya Allah... Ya Tuhan kami...
10 tahun tak terasa, sejak tanggal 6 November 1996 lalu, kami para pendiri, kami para anggota serta kami para pengurus, telah menggerakkan roda organisasi ini.

Berkat Kekuasaan Mu, segala onak dan duri yang merintangi perjuangan kami, telah dapat kami lalui, meski tertati-tatih. Sehingga sampai hari ini, PBHI masih tetap berdiri dan bergerak, untuk membela mereka yang tertindas.

Mereka yang dimarjinalkan oleh penguasa. Mereka yang ditelantarkan oleh penguasa. Mereka yang dibodohi oleh penguasa. Dan mereka yang ditidakadilkan oleh sistem politik, ekonomi, sosial dan budaya di negeri ini.

Kepada mereka, kami pijakkan kaki, berdiri di sisinya. Mendampingi membela hak-haknya.

Ya Allah... Ya Tuhan kami...
Kami sadar. Bahwa apa yang kami perjuangkan di PBHI, untuk memenuhi firman Mu, bukan lah perjuangan yang mudah. Ini adalah perjuangan yang amat sukar. Penuh dengan jurang-jurang rintangan. Penuh dengan tipu daya. Penuh dengan intrik, fitnah dan kebencian, dari mereka yang tak menyukai perjuangan kami.

Yaitu, mereka yang enggan untuk menjalani ajaran Mu.
Mereka yang ingin hukum menjadi vakum.
Mereka yang ingin Politik dibikin pelik.
Mereka yang ingin ekonomi menjadi semakin ironi.

Untuk itu, kepada Mu... kami berlindung. Kami memohon kekuatan Mu, agar memuluskan jalan perjuangan yang sunyi ini, dari marabahaya yang mereka timbulkan kepada kami.

Y Allah… Ya Tuhan Kami...
Seiring dengan 10 tahun perjalanan kami. Engkau tak hanya berikan hambatan dan tantangan perjuangan ini datang dari luar diri kami. Tapi engkau berikan juga hambatan dan tantangan itu datang dari tubuh kami sendiri. Kami tak pungkiri, bahwa ini sunnah Mu, yang memang pasti harus kami lalui.

Namun... Ya Allah... Ya Tuhan kami...
Berikan lah kami kedewasaan untuk membersihkan kerikil-kerikil ini. Berikan lah kami kelapangan dada, dan keluasan hati. Sehingga segala masalah yang menimpa kami, tidak membawa kami pada perpecahan. Tidak membawa kami pada kebinasaan.

Melainkan sebaliknya, justru membawa kami pada eratnya persahabatan. Kokohnya persatuan. Dan solidnya perjuangan kami.

Ya Allah, Ya Tuhan kami, Engkau yang Maha Adil, Engkau Maha Hakim...
Jikalau Engkau melihat, PBHI yang kami cintai ini, telah menyimpang dari ajaran Mu... telah membodohi sesama hamba Mu, tidak punya manfaat bagi sesama hamba Mu. Atau hanya mengeksploitasi sunnah Mu... Memperdagangkan penderitaan Hamba Mu...

Maka kami mohon, binasakan lah kami...

Namun... Ya Allah... Ya Tuhan Kami...
Jikalau sebaliknya Engkau Melihat, kehadiran PBHI mendatangkan manfaat bagi kemajuan peradaban manusia di negeri ini. Memberikan sumbangsih, serta mendorong pada terciptanya keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan di tengah-tengah hamba Mu...

Maka berikanlah kami keabadian... berikan kami kekuatan agar dapat memperjuangkan PBHI sampai akhir tetes darah, keringat dan air mata kami.

Ya Allah, Ya Tuhan kami, engkau yang maha kekal.
Karunia kami umur yang berkah. Dan jangan siksa kami dengan waktu yang sia-sia...
Berikanlah Kami kekuatan untuk menegakkan perintah Mu dan ajuran Rasulmu...

Ya Allah... Ya Tuhan kami... Dzat Yang Maha Suci...
Tunjukkan Kami jalan, dimana Kami Mengharap Mu. Di mana kami hidup dengan Nikmatmu dan mensyukurinya.

Ya Allah, Ya Tuhan kami, yang menguasai segala umur... Karunia kami kekuatan untuk menghiasi kehidupan ini dengan kebaikan Mu. Serta amalan-amalan yang dapat mendekatkan kami pada kebaikan Mu...

Tuhan... lebarkanlah jalan kami dan Tuntunlah Kami pada hidayah Mu..

Tuhan Masukkanlah kami pada golongan hamba-hamba pilihan Mu. Limpahkanlah kami daya untuk berlomba-berlomba dalam kebaikan Mu.

Ameeen....!


[Penutup: dengan bahasa Arab]

TAK ayal, isi doa saya mengundang respon beragam komentar dari para audiens. Koh Alay, simpatisan PBHI yang warga keturunan, melontarkan komentarnya. “Fan... Belapa hali lo buat tuh doa...? Gila lu ya...?” katanya kepada saya sesaat usai membaca doa.

“Waduh, Irfan, ko pu doa itu kayanya hasil kontemplasi ya...?” ujar Maya, yang juga kepala Divisi saya.

“Fan... kayanya doa lu itu beda-beda tipis ya. Antara baca doa, atau baca puisi..?” kata seorang kawan yang menyindir cara baca doa saya yang memang agak seperti orang membaca puisi, bahkan seperti demonstran berorasi.

Beberapa komentar lainnya juga ada seperti ini.

“Doanya bagus. Aktual dengan situasi saat ini..!” kata seorang kawan.

“Gua dibelakang panggung, dengarin lu baca doa, eh pas banget tuh waktu lu singgung situasi yang sedang terjadi sekarang...” kata Freddy.

“Wah bang... doanya mantap. Bakat juga baca doa...” kata Yadi, kawan staf kantor.

“Hah... Lu dengerin doa gua juga. Gua pikir gak ada yang khidmat dengerin doa gua,” balas saya.


PERAYAAN ulang tahun PBHI ke 10 itu cukup meriah. Meski dalam kesederhaan. “Gimana Mbak Diah, acaranya sukses gak?” tanya saya di saat akhir acara. “Ya teman-teman seh bilang pada sukses...” jawab Mbak Diah. “Oke sukses ya mbak...” lontar saya sembari mengulurkan jabat tangan.

Photobucket - Video and Image Hosting
Mbak Diah, sang ketua panitia, sekaligus sang Sekretaris, yang karena acara Ultah, rela berganti profesi.

Pukul 20.00 acara usai. Tapi saya dan beberapa orang kawan, merasa acara belum usai. Masih ada session lanjutan. Tapi ini “sessionnya anak muda”. Akhirnya sampai tengah malam, session anak muda itu pun berlangsung.


SELAMAT ULANG TAHUN PBHI YANG KE 10.
SEMOGA MAKIN KUAT,
DAN MAKIN CANGGIH DALAM MELAWAN KETIDAKADILAN.
WAR AGAINTS IMPUNITY


Photobucket - Video and Image Hosting
PBHI Full Team