Tuesday, October 31, 2006, posted by Van Elki at 17:06
“MENULIS UNTUK PRASASTI”

SEBUAH pesan elektronik masuk ke inbox mail saya di tahun 2004. Pesan itu dari seorang kawan lama yang dulu “pernah... sama-sama susah, terperangkap di dingin malam…” Seperti biasa, suratnya berisi pengalamannya selama berada di luar negeri untuk studi. Saya senang membacanya. Tulisannya enak dibaca. Dan saya sering dibuat penasaran untuk membaca ceritanya hingga tuntas.

Tapi kali ini ada yang beda dari surat-suratnya yang lalu. Ceritanya tidak lagi ia tuntaskan. Terpotong di tengah jalan. Sebuah teks, ia tulis diakhir sepotong paragrafnya, “…baca lebih lengkap, silakan klik di xxxxxxx.blogspot.com.” Saya lalu mengklik. Tak lama, muncul sebuah tampilan situs yang baru pertama kali saya lihat. Di situ teks yang sebelumnya terpotong, kini terpampang lengkap. Beberapa judul tulisannya yang lain, juga terlihat. Tinggal diklik, lalu tampil.

Itulah pertama kali saya lihat tampilan web www.xxxx.blogspot.com yang dibuat oleh kawan saya. Kekaguman saya muncul. Tetapi tidak menyulut saya untuk latah-latahan membuatnya juga. Saya masih pikir-pikir. Persepsi saya, Blog semacam ini hanya sebuah pertunjukkan eksistensi individu saja. Sebuah persepsi ekstrim... mungkin juga naif...

Dengan persepsi itu, saya merasa tidak punya kepentingan besar untuk membuatnya. Maklum, ibarat raport, tingkat ke-pede-an saya amat payah, dapat angka merah. Karena kalau mau menunjukkan eksistensi, berarti harus ada sesuatu yang istimewa. Entah itu pengalaman, fisik, atau hal lainnya. Dan saya merasa tidak memilikinya.

Sohib saya yang di negeri asing itu, boleh jadi bisa. Karena ia pantas dan punya sesuatu istimewa untuk ditulis dan dipublikasikan. Tapi lagi-lagi, No, i had not something special about me. Dan… akhirnya saya putuskan untuk tidak mau menyibukkan diri membuat dan mengurusi Blog-blog semacam ini. Lebih baik ngurusi yang lain aja. Selama ini, tradisi menulis di buku harian yang sejak tahun 2000 dijalani, sudah cukup memuaskan saya.

Kini, belakangan persepsi saya mulai berubah. Saya sadar bahwa membuat Blog itu ternyata tidak mesti tujuannya demi menunjukkan keistimewaan atas apa yang kita miliki.

”Fan... ko pu pikiran itu su lama, jadi su saatnya ko harus revisi itu to..!” kata seorang kawan dengan logat Papua kental mengingatkan saya dalam sebuah chating.

Setelah berpikir ulang, ditimang-timang, ternyata memang ada hal yang lebih penting dari itu secara filosofis. Dan tidak melulu soal eksistensi individu sebagai individu, tapi disitu juga ada eksistensi individu sebagai manusia. Semestinya Blog pribadi bisa diletakkan sebagai salah satu media komunikasi manusia sebagai mahluk sosial.

Komunikasi adalah salah satu unsur penting dari eksistensi manusia. Seorang pakar komunikasi bilang, ”komunikasi adalah cara manusia menandai dirinya sebagai manusia.” Artinya, tanpa komunikasi, manusia bukan lah manusia. Tanpa komunikasi, manusia teralienasi dari kemanusiaannya. Bisa dibayangkan bagaimana bila manusia tidak berkomunikasi.

Komunikasi disini, bukanlah arti yang kasat. Yaitu berbicara dengan lisan. Tapi sebagai proses dimana manusia saling menyampaikan gagasannya, keinginannya, atau hal lainnya kepada individu manusia lain. Dengan komunikasi, manusia bisa mencapai tujuannya. Yaitu mencapai eksistensi sebagai manusia. Tentu di sini saya tidak akan jauh membahas apa itu eksistensi manusia. Karena diskusinya bisa panjang.

Komunikasi bisa menggunakan berbagai macam media. Selain lisan, tentu bisa tulisan, atau bentuk simbol-simbol tertentu. Dan itu akhirnya, saya menganggap Blog pribadi ini bisa dijadikan sebagai media komunikasi juga. Di Blog ini, saya bisa menyampaikan berbagai macam gagasan atau ide-ide. Baik orisinil, maupun sekedar improve dari yang sudah ada, atau pun cuma komentar-komentar ringan belaka atas situasi sosial.

Barangkali, tulisan bersifat fiksi juga bisa dirilis. Seperti cerpen, puisi, dan lirik lagu ciptaan sendiri yang sebagian sudah ada dalam “stok gudang” maupun yang akan dibuat nanti. Lumayan, dari pada hanya untuk konsumsi sendiri, lebih baik dipublikasi aja, seperti banyak kawan yang bilang.

Pengalaman pribadi bisa juga menjadi tema yang ingin saya share. Tentu kalo yang ini tidak vulgar semuanya. Maklum, banyak hal juga yang tidak perlu dipublish. Karena ada very-very privacy di sana. Termasuk penyebutan nama orang, lembaga, dan tempat, sebagian akan saya sebut secara samar. Demi menjaga privacy orang lain juga.

Gaya penulisan feature adalah pola yang saya sukai. Meski sadar, saya belum fasih dan mahir dengan pola ini. Tapi ya sudah, anggap aja ini jadi ajang latihan. Gunawan Mohammad, sastrawan terkemuka Indonesia, seperti dikutip ”PenulisLepas.Com”, bilang, ”menulis itu adalah latihan, bukan teori.” Ungkapan ini turut kian memprovokasi saya meluncurkan Blog pribadi ini.

Sedangkan gaya tulisan jurnalisme sastra (literary jurnalism) yang di Indonesia dipelopori oleh ”PANTAU”, juga saya sukai. Untuk pola yang ini, saya belum menguasainya, tapi saya sangat terobsesi sekali bisa menguasai. Seandainya dulu setelah lulus kuliah langsung terjebur di dunia jurnalis, pasti saya akan geluti pola penulisan ini.

Tetapi saya juga mafhum sekali. Jika seadainya ada orang bilang, “Sorry ya... ngapain juga gua baca dan liat-liat blog lo, emang siapa lo...?”. Its ok. That is not problem. Tulisan saya di Blog bukan supaya penting dibaca orang lain. Tapi lebih penting dibaca untuk kepentingan sendiri. Seperti yang saya tulis dalam catatan harian di tahun 2000 dulu, bahwa menulis itu adalah prasasti. Dengan menjadikannya sebagai prasasti, saya bisa belajar dan memahami karakter perubahan dalam pemikiran saya, termasuk karakter gaya penulisannya.

Manfaat ini terasa sekali ketika dua minggu lalu saya kembali membuka buku harian tahun 2000 silam. Ketika diamati, justru gaya penulisan saya di tahun 2000, dalam aspek tertentu ternyata lebih baik ketimbang tulisan saya di tahun 2006 ini. Ya... itu bisa jadi. Karena di tahun 2000, produktivitas menulis cukup tinggi. Dan waktu itu juga membaca buku masih giat. Sejak 2004 hingga 2006 ini, minat baca buku saya amat kurang, kecuali buku-buku yang terkait dengan pekerjaan saja. Sementara buku-buku yang interest personal jarang dilahap. Padahal penulis yang baik adalah pembaca yang baik.

Manfaat lain dari menulis adalah mengingatkan saya atas peristiwa yang pernah saya alami. Karena lupa adalah hal yang harus kita musuhi sebenarnya. Sebab memori ingatan kita kan terbatas. Kapasitas memori kita tidak seperti Gusdur yang konon katanya dapat menghafal 1000 nomor telepon.

Seperti halnya, di tahun 98 banyak moment penting yang saya lewati. Moment ini bukan hanya bersakala pribadi, tapi juga berskala nasional dan tercatat sebagai sejarah besar di negeri ini. Tapi sayang, karena tidak ditulis, detil-detil dari peristiwa yang saya alami itu sudah hilang dari ingatan. Saya kira manfaat menulis dalam segi ini, bukan baik bagi saya saja. Tapi orang lain juga. Termasuk anda yang membaca Blog ini.

Saya juga tidak punya obsesi, tulisan-tulisan saya bisa sehebat Soe Hok Gie seperti dalam bukunya “Catatan Seorang Demonstran”, atau seperti Ahmad Wahib dalam buku “Pergulatan Pemikiran Islam”. Meski memang, tulisan-tulisan kedua penulis ini, meninggalkan kesan yang kuat. Tapi lagi-lagi yang penting, tulisan ini hanya untuk kepentingan “Prasasti” belaka. Tidak lebih dari itu.

Nah, atas semua itu akhirnya saya mantapkan diri untuk membuat blog pribadi. Beberapa buku-buku panduan dalam membuat Blog pun saya hunting. Meski belum cantik dan maksimal tampilannya, tapi inilah hasilnya. Saya lounching Blog dengan alamat web: www.irfan21.blogspot.com. Untuk itu, saya ingin ucapkan terimakasih kepada semua kawan yang telah memberikan inspirasi kepada saya. Baik langsung maupun tidak langsung.

Akhir kalam, dengan segala kerendahan hati, saya ulurkan jabat tangan persahabatan saya kepada anda-anda yang ingin bersahabat.

Selamat menulis... selamat membaca... dan... selamat berdiskusi...

Terimakasih.

Depok, 30 September 2006.

By Irfan F.