Wednesday, November 01, 2006, posted by Van Elki at 18:46
Libur Kecil Kaum Kusam

SABTU lalu, 28 September 2006, saya kembali touring naik motor ke Pantai Carita. Kali ini bersama dengan kawan-kawan ‘tongkrongan’ di lingkungan dekat rumah. Jumlah motor dalam rombongan ini, hanya 5 motor. Atau total 10 orang. Jauh sedikit, dibanding dengan tahun lalu, ketika touring bersama dengan kawan-kawan ’tongkrongan’ di Citayam, yang berjumlah 37 motor.

Dalam touring ini, saya didaulat sebagai kepala rombongan. Rombongan berangkat jam 10.30 WIB dari Depok, dan tiba di Carita jam 18.00. Rute yang dilalui adalah lewat Tangerang, Balaraja, Serang, dan Cilegon. Sepanjang perjalanan, banyak memakan waku istirahat. Mungkin hampir 2 jam. Jarak tempuh waktu berangkat sekitar 180 KM. Sangat melelahkan memang. Untung saja, banyak kawan yang bisa bawa GL Pro saya. Sehingga saya bisa saling bergantian mengendarainya. Tidak seperti tahun lalu, pulang-pergi, GL Pro saya bawa sendirian. Hasilnya, sampai rumah harus cari tukang urut.

Di Carita, rombongan menginap di pinggir pantai di salah satu lingkungan tempat wisata yang sepi. Sengaja pilih sepi. Pada sebuah saung yang terbuat dari bambu dan beratap rumbia, kami menginap di dalamnya. Saung ini tidak ditutup penuh oleh dinding. Dindingnya hanya setengah saja, sekitar 50 Cm. Saya tidak terlalu suka tempat ini. Tapi karena kebanyakan anggota rombongan menyepakati, ya sudah, saya ikut.

Di lokasi itu, saya langsung masuk ke dalam saung. Tidak banyak aktivitas yang saya lakukan. Tubuh saya terasa diserang masuk angin. Saya langsung merebahkan diri dan coba memejamkan mata. Sial, ternyata serangan nyamuk pada tengah malam, membuat saya tak bisa tidur nyenyak. Akhirnya sampai matahari terbut saya tetap berada di dalam saung. Sementara kawan-kawan saya lainnya, justru menghabiskan malam dengan begadang. Mereka menikmatinya sambil bernyanyi, bermain gitar dan minum kopi.

Paginya, beberapa orang kawan complain kepada saya, karena saya menghabiskan malam hanya dengan tidur. Dan tidak larut dengan mereka dalam menikmati malam. Tapi setelah tahu, saya diserang masuk angin, mereka memaklumi.

Paginya hari Minggu, sekitar jam 08.30, rombongan kembali bergerak pulang ke Depok. Kami tak punya banyak waktu. Sebagian anggota rombongan, sudah mulai masuk kerja pada hari Senin. Jadi diputuskan untuk bisa tiba di Depok pada sore hari, sehingga punya banyak waktu untuk istirahat. Syukurlah, sejak berangkat dan kembali ke Depok, tidak ada masalah besar yang kami hadapi.


TOURING kali ini merupakan pengalaman pertama bagi komunitas saya yang satu ini. Komunitas ini menamakan diri dengan nama ”Camp Post”. Mereka adalah kawan-kawan lama saya di lingkungan dekat rumah. Sejak 2 bulan lalu, saya mengusulkan rencana touring ini sebagai wahana mengisi liburan Lebaran. Soal tempat tidak masalah bagi saya. Mereka pun setuju. Sebenarnya banyak orang yang mau ikut. Tapi kami sengaja untuk tidak mengajak. Mungkin touring berikutnya kami akan mempertimbangkan melibatkan banyak orang.

Touring ini saya namakan dengan ”Libur Kecil Kaum Kusam.” Sebuah baris judul milik musisi legendaris favorit saya, Iwan Fals. Karena touring kali ini, beda dengan liburan-liburan yang pernah saya lalui, yang lumayan mewah. Liburan ini adalah liburan yang sederhana. Liburan yang menyesuaikan diri dengan isi kantong. Sampai-sampai menginapnya saja di saung dekat pinggir pantai. Tapi biar begitu, esensi liburan tetap dapat dirasakan.

Belakangan ini, saya banyak akrab dengan kawan-kawan lama di dekat rumah. Hubungan komunikasi saya dengan kawan-kawan di rumah ini, mulai saya bangun kembali. Setelah sebelumnya, karena aktivitas saya yang banyak di luar rumah, membuat saya jarang berkumpul dan berkomunikasi dengan mereka. Kalau pun ada, hanya sesekali saja.

Hampir setiap malam minggu, saya berkumpul dengan mereka. Kadang jumlahnya bisa 14 orang, kadang hanya 2 orang saja. Dari sekedar ngobrol ”ngalor-ngidul,” bernyanyi dan main gitar bersama, bahkan sampai obrolan yang serius. Kadang diselingi drinking party ala ”peletokan.” Tapi saya kurang suka untuk yang ini. Paling kuat hanya 3-4 teguk saja mampir di tenggorokan. Lebih dari itu, nyerah. Lebih enak neguk Coffemix-nya Indocafe. Itu lebih nikmat. Kalo memasilitasi peletokan sih boleh. Tapi ikut sebagai user, nanti dulu.

Setelah kembali banyak kumpul dengan mereka, saya sadar, bahwa ada sisi positif yang bisa saya dapatkan dan berikan dalam proses ’malam mingguan’. Meski di antara kita menyebut ’malam mingguan’ itu, sebagai forumnya kaum jomblo, tapi di acara itu, saya bisa saling berbagi banyak pengalaman dengan mereka. Di situ saya tahu bagaimana problematika para pemuda desa yang tengah kesulitan menghadapi persaingan di dunia kerja. Dan bagaimana ternyata di dalam dunia kerja yang sudah mereka tekuni, mereka banyak menghadapi problem-problem kerja.

Umumnya, kawan-kawan saya di dekat rumah, adalah lulusan SMU. Di tongkrongan malam minggu itu, hanya ada 1 orang di luar saya yang lulusan S1. Maka itu, problematika yang mereka hadapi adalah input bagi saya. Sehingga problem sosial anak muda semacam itu tidak lagi hanya saya tahu dari buku, atau dari sebait lagu ’Darah Juang’, yakni ”...pemuda desa tak kerja...” Tapi riil, saya tahu dari kawan-kawan saya sendiri.

Sementara yang menjadi output, saya bisa berbagi wawasan saya mengenai hukum perburuhan. Mereka awam tentang hal ini. Padahal, dalam keseharian mereka banyak mengalami problem-problem yang sebenarnya sudah diatur dalam hukum perburuhan. Tapi karena mereka tak tahu, mereka akhirnya menjadi korban pembodohan oleh pihak majikan.

Di luar tentang itu, saya juga banyak meng-output wawasan tentang hukum dan politik kepada mereka. Saya sadar mereka adalah kelompok yang rentan menjadi ekploitasi politik elit. Karena itu, kesadaran politik mereka perlu untuk dibangun. Tapi bukan untuk menjadi apolitis. Melainkan menjadi anak muda yang kritis. Kritis bukan hanya pada level kebijakan politik yang lebih besar, melainkan juga pada problem-problem yang ada di tengah masyarakat lokal. Karena di masyarakat juga ada konflik. Konflik antar pemuda, antar bapak-bapak, juga antar ibu-ibu. Bila kesadaran politiknya sudah dewasa, harapan saya, mereka tidak larut dalam konflik yang tidak produktif. Sebaliknya bisa ikut membantu menyelesaikan konflik.

Maka itu perlu banyak dilakukan proses konsolidasi di kalangan anak muda di tempat saya tinggal. Ada banyak metode yang bisa dilakukan. Tapi saya sadar, ada proses yang harus dilalui. Proses itu penting. Semua tidak bisa instan. Pengentalan emosional adalah salah satunya. Acara touring ke Carita adalah salah satu cara yang digunakan. Sampai saat ini saya belum punya gambaran kongkrit, akan saya bawa kemana komunitas ini ke depan. Mau sekedar kongkow-kongkow aja, atau untuk wadah emansipasi sosial.
Sulit memang untuk menjawabnya. Terlebih saya juga disibukkan dengan banyak kegiatan kantor. Juga ini bukan satu-satunya komunitas yang saya punya. Ada banyak komunitas di tempat lain. Biarlah waktu yang akan menjawab. Yang penting, hari ini saya bisa menikmati proses yang ada di depan mata. Kalo lagunya Raihan tentang ”Lima Perkara,” maka saya menambahnya satu hal lagi. ”Ingat masa lajangmu, sebelum datang masa menikahmu...” Artinya, mumpung masih bujang (mudah-mudahan tidak lapuk), ”jalani terus coy...” Nanti kalau sudah berkeluarga, gak ada banyak lagi kesempatan datang seperti di masa bujang.
Depok, 30 Oktober 2006