Monday, January 22, 2007, posted by Van Elki at 00:29
siluet wamena copy 2

Menanti Tahun Penuh Tantangan

Ceuk... Ceuk... Ceuk... Ceuk…

Pada “ceuk” yang kelima, dua jarum jam arloji di tangan kiri saya tepat menunjuk arah angka 12. Sesaat kemudian, langit malam yang tadinya gelap gulita, tiba-tiba menjadi terang benderang. Angkasa dipenuhi gemerlap pancaran sinar warna-warni, yang disertai dengan gemuruh susul menyusul ledakan petasan. Pemandangan langit malam itu begitu meriah dengan pesona kembang api. Sungguh indah dinikmati mata.

Suasana itulah yang terjadi di malam puncak pergantian tahun baru 2007, yang saya lewati seorang diri bersama “kuda besi” tunggangan setia di pinggir jalan protokol, kawasan kota Depok, Jawa Barat. Tak seorang pun kawan di sisi saya. Termasuk kawan dari kaum hawa.

Pantai 1
Suatu senja di pantai Manokwari, Okt-2006.

Padahal banyak tawaran datang mengisi malam tahun baruan. Ada ajakan jalan ke puncak. Main ke Pantai dan Pulau. Naik gunung. Keliling kota Jakarta. Juga acara-acara entertain lainnya. Namun tak satu pun saya respon. Saya memilih menikmati malam tahun baruan seorang diri. Refleksi semaksimal mungkin adalah target utama.

Nyatanya, memang asyik menikmati kesendirian di malam tahun baru. Berbagai warna-warni perasaan menghiasi lubuk hati. Saat melihat sekumpulan anak muda asyik bercengkrama, menyadarkan betapa nikmat arti sebuah persahabatan. Ketika melihat pasangan muda mudi berbagi ‘kehangatan’ dalam canda, menyadarkan betapa manusia butuh mengasihi dan menyayangi.


HUAH.... iyya... yuap.... hmmm... Leeeega rasanya melewati tahun 2006 ini. Seakan telah melewati sebuah tantangan yang begitu berat. Hati terasa plong. Meski itu hanya sementara. Karena saat tahun sudah berganti, rasa was-was menyambut di awal tahun.

Tahun 2006 merupakan tahun yang teramat berat. Pada 24 Februari 2006, sebuah insiden kecelakaan terjadi. Sepeda motor yang saya kendarai jatuh, menabrak pembatas jalan di kawasan Mampang, Jakarta Selatan. Akibatnya, tulang bawah (ulna) lengan kanan saya patah, sehingga tangan kanan tak bisa berfungsi normal. Sekitar 2,5 bulan waktu yang dihabiskan untuk proses penyembuhan. Aktivitas rutin kerjaan pun terhenti, alias tak masuk kantor.

Selama proses itu, rasa prustasi akan ketidaksembuhan datang menghantui. Syukurlah, Tuhan memberi kekuatan untuk sabar dan tabah menghadapi musibah ini. Dan bersyukur pula, kini kondisi tangan kanan sudah kembali pulih sedia kala. Meski fungsi mengangkat benda-benda berat, belum maksimal dilakukan. Ada banyak hikmah didapat dari musibah itu. Selalu hati-hati dalam berkendara, adalah salah satu hikmahnya. (Tulisan Terkait : "Kelabu di Jum'at Malam")

Selain tahun yang berat, tahun 2006 juga menjadi tahun kejutan. Awal Maret 2006 lalu, sebuah pengumuman PERADI (Perhimpunan Advokat Indonesia) menyatakan saya lulus dari ujian advokat 4 Februari 2006 lalu. Berita kelulusan ini menjadi kejutan besar. Sebab, di awal prosesnya saya sudah disergap ketidakpedean dan keraguan bisa lulus dari ujian ini. Syukurlah, memompa sendiri motivasi diri dan bekal jam terbang, akhirnya saya bisa lulus. Walau saat ini, menjadikan dunia advokat sebagai jalan hidup, belum mendapat tempat penuh di hati. Tapi tak apa lah. Setidaknya, ada banyak pilihan jalan hidup untuk masa depan. Thanks God.

Wamena 1
Lembah Baliem - Wamena, saat matahari pagi menyapa. Okt-20006.

Tahun 2006 lalu, juga menjadi tahun pertama saya menginjakkan kaki di tanah Papua. Wamena, negeri yang dijuluki seribu lembah, adalah salah satu daerah di Papua yang saya kunjungi pada Juli 2006. Puji Tuhan. Keindahan pemandangan alamnya, mengingatkan akan lukisan-lukisan pemandangan alam yang pernah saya buat sewaktu duduk di sekolah dasar. Mengagumi alam Wamena, membuat saya akhirnya bersimpuh dan memuji betapa hebat kekuasaan Tuhan menciptakan keindahan alam semesta. Negeri yang pesona alamnya bertaburan ini telah memikat hati, dan membuat saya akhirnya berjanji (nazar). Jika ada umur panjang, uang dan waktu, saya akan kembali khusus untuk menikmati alamnya. Sayang, tulisan feature tentang perjalanan ke Wamena ini belum berhasil saya selesaikan.

Setelah Wamena, berikutnya Manokwari dan Wasior, salah satu daerah Papua yang saya kunjungi di bulan Oktober 2006. Untuk dua daerah ini, keindahan alam tak terlalu berkesan. Namun proses perjalanan dari Manokwari ke Wassior, menjadi perjalanan yang teramat mengesankan. Perjalanan yang ditempuh lewat laut dengan perahu nelayan bermesin ‘Jhonson’ itu, memakan waktu tempuh sekitar 15 jam.


Di tengah perjalanan, kulit wajah terbakar akibat dipanggang oleh sinar matahari. Ketakutan pun datang menyelimuti. Perahu yang saya tumpangi terombang-ambing oleh tamparan ombak selama 2 jam. Perahu hampir saja terbalik. Percikan-percikan air laut menyiram wajah saya yang sudah pucat pasi. Dalam kondisi itu, serasa Tuhan teramat lebih dekat dari urat leher saya. Karena namaNya, saya sebut-sebut untuk mengusir ketakutan. Tulisan feature atas perjalanan ini sudah setengah jalan dibuat. Belum tahu, kapan lagi bisa saya selesaikan.

perahu 2
Titanic style, dalam sebuah perjalanan laut selama 15 jam


Di akhir tahun 2006, saya berkesempatan bekunjung ke Aceh. Kunjungan kali ini amat berbeda dari yang pernah saya lakukan sebelumnya. Kunjungan kali ini adalah Aceh dalam masa damai. Sehingga tak ada lagi rasa khawatir akan keselamatan diri untuk jalan-jalan memasuki wilayah pedalaman di Aceh. Semoga kedamaian ini terus langgeng di Aceh. Pada kunjungan kali ini juga, saya berkesempatan bertemu dengan salah seorang sahabat pena. Sungguh menyenangkan punya banyak sahabat pena. Banyak hasil positif yang didapat. Yang pasti adalah menguatkan tali silaturahmi.


SEJUTA optimisme dan harapan memasuki awal tahun baru adalah milik semua insan. Termasuk saya. Tahun 2007 akan menjadi tahun yang penuh banyak tantangan. Baik karir maupun masa depan sebagai seorang pemuda yang akan menjadi calon kepala keluarga.

Soal karir, obsesi melanjutkan studi S2 di luar negeri dengan beasiswa masih tetap merah membara di dalam dada. Antara optimis dan keraguan, amat imbang porsinya meyakini obsesi ini akan terwujud. Beberapa skenario akan dicoba dijajaki. Semoga di tahun 2007 ini, ada banyak jalan untuk mewujudkannya. Amin.

Dunia tulis-menulis, sepertinya akan menjadi salah satu bidang yang akan saya tekuni serius di tahun 2007 ini, selain dunia keadvokatan tentunya. Bersyukur, pada Januari tahun ini, satu tulisan saya dimuat di salah satu harian media cetak nasional. Meski tulisan tersebut masih menggunakan nama orang lain, lantaran saya belum pede menggunakan nama sendiri. Namun setelah pemuatan tersebut, kepedean saya kian bertambah untuk lebih produktif menulis. “Jangan takut untuk salah. Menulis adalah latihan, bukan teori.” Itulah motto semangat saya menulis.(Tulisan terkait: "Menulis untuk Prasasti")

Tantangan lainnya. Sebagai anak muda yang normal, tantangan berani mengakhiri masa lajang adalah tantangan paling menantang ketimbang ikut “Fear Factor.” Yeee... kok disamain dengan acara TV seh...

Ini serius... Kegagalan menghadapi tantangan ini, sama saja artinya mengundang ‘kepedulian dan perhatian’ dari banyak orang. Entah itu kawan, tetangga, dan juga sanak family. Berondongan pertanyaan mengenai kapan mengakhiri masa lajang, menjadi pertanyaan favorit dilontarkan banyak orang yang saya jumpai saat lebaran Idul Fitri 2006 lalu. Saat pertanyaan dilontarkan, saya bisa jawab dengan santai. Tetapi ternyata tak sesantai ketika pertanyaan itu terekam di hati dan pikiran. Akhirnya, pertanyaan semacam itu menjadi pergulatan pikiran, di samping mikirin masalah-masalah politik, hukum, dan sosial yang tengah terjadi di masyarakat. (Tulisan terkait: Selamat Hari Raya.....dst)

Usai shalat Ied
Usai shalat Ied, Okt-2006


Betul juga apa kata banyak orang. Membangun hubungan dengan kaum hawa untuk sekedar bersahabat dan berpacaran ternyata lebih mudah, ketimbang menjalin hubungan ke jenjang pernikahan. Dalam pernikahan, pasangan nikah kita akan menjadi teman hidup sampai akhir hayat. Karenanya perlu untuk memilih teman hidup yang dapat membuat kita tetap nyaman dan bahagia membina bahtera rumah tangga hingga di masa tua kita. Apa tolak ukurnya?

Setiap orang punya seleranya masing-masing. Tapi saya termasuk orang yang percaya. Setiap orang akan bahagia dengan pasangan hidupnya apabila ia memilihnya berdasarkan kebutuhan, dan bukan keinginan. (Tulisan terkait: "Pasangan Hidup: Keinginan atau Kebutuhan?"

Semoga di tahun ini, Tuhan memberikan saya keberanian menentukan pilihan untuk mengakhiri masa lajang.

Selamat tinggal 2006
Selamat datang 2007
Selamat datang ragam kejutan
Selamat datang tahun penuh tantangan
Dan selamat datang kegemilangan
Amin...

Dermaga 1
Sebuah dermaga, di Teluk Wondama, Okt-2006