Friday, August 15, 2008, posted by Van Elki at 21:50

Belakangan ini, naluri menulis saya di blog sudah terasa tumpul. Saya kehabisan ide untuk menulis tema-tema ringan. Kalau pun ada, saya agak ngos-ngosan untuk menyusun kata demi kata, serta kalimat demi kalimat yang penuh dengan gaya bahasa yang bisa memikat.

Saya tak tahu kenapa bisa begitu. Barangkali memang, selama ini saya lebih banyak membaca dan menulis dokumen yang bersifat formal, seperti somasi, gugatan, eksepsi, pledoi, legal opinion, artikel dan tulisan lain yang berkaitan dengan proses hukum. Sementara tulisan-tulisan ringan seperti feature dan novel hampir tak pernah saya baca. Ya barangkali memang saya harus banyak membagi waktu untuk membaca dan menulis tema-tema ringan. Karena dengan begitu, hasil tulisan kita akan lebih memuaskan. Seperti yang dibilang Gunawan Muhammad. “Menulis itu latihan, bukan teori.”

Saya salut dengan para blogger perempuan. Beberapa di antaranya memiliki bakat menulis yang kuat. Salah satunya adalah pemilik blog ini. Kian hari saya perhatikan cara penyajian tulisannya makin asyik untuk dibaca. Kosa kotanya mulai kaya varian dan diksi. Salutlah pokoknya.

Nah Tulisan di bawah ini, merupakan upaya saya untuk kembali mengasah ujung pena saya.

-----------------------

Menjenguk Paman yang Sakit

Pria dihadapan saya pada Rabu sore itu adalah salah seorang paman saya. Dia terbaring di atas tempat tidur dalam ruangan rawat inap pada sebuah rumah sakit di Depok. Suhu badannya panas. Selimut tipis membalut seluruh tubuhnya. Sesekali suara erangan menahan sakit keluar dari mulutnya. Dan tak banyak cakap yang ia ungkapkan kepada saya. Dahi saya berkerinyit, mata saya memicing. Saya tak tahan melihat kondisinya yang sedang melawan sakit itu. Karena saya jadi teringat betapa dulu menderitanya saya saat melawan malaria menggrogoti tubuh ini.

Menurutnya, Dokter mendiagnosis ia terkena virus tipes (thypus). Tapi saat saya tanya mengenai data rincian hasil pemeriksaan darah, ia mengaku belum menanyakan kepada Dokter, dan Dokter pun juga hanya sebatas memberitahukan informasinya secara general saja, tanpa merinci penjelasannya.

Kepadanya saya mengingatkan, agar meminta penjelasan kepada dokter mengenai apa saja yang tidak normal dari hasil pemeriksaan darah. Sehingga dapat diketahui indikator-indikator penyakitnya. Misalnya, apakah trombosit, hb, anemia, titer widal, dan sel darah putihnya dalam keadaan normal atau tidak.

Maklum, RS ini menurut saya agak kurang gesit dalam mendiagnosis penyakit pasiennya. Karena saya punya pengalaman buruk dengan pelayanan RS ini. Pada sekitar bulan Juli 2007 lalu, saya dirawat inap selama 5 hari di rumah sakit ini. Oleh Dokter, saya divonis kena demam berdarah. Setelah indikasi sakitnya mulai reda, saya diperbolehkan pulang. Namun satu minggu kemudian, kondisi saya kembali memburuk. Justru saya didiagnosis kena malaria tersiana. Untung saja, saya pake ansuransi, sehingga tak terlalu pusing dengan pembiayaan yang akhirnya cukup banyak keluar, karena tindakan medis yang sebelumnya salah.

Inilah praktik dalam dunia medis kita. Sebagai pasien, kita selalu dihantui oleh praktik dokter yang cenderung berorientasi mengeksploitasi sakit pasien ketimbang memprioritaskan penyembuhan pasien. Untunglah kita sudah punya Undang-undang Kedokteran yang setidaknya sudah memberikan jaminan proteksi kepentingan pasien. Meskipun secara praktik, tentu saja masih banyak kelemahannya.